Rabu, 07 November 2012

0 Saya dan Media Sosial


Kita sebagai manusia mungkin tidak akan pernah lepas dengan apa yang namanya kehidupan sosial, apalagi pada zaman sekarang yang penuh dengan kemajuan tehknologi dimana media media sosial sudah menjadi bahan pembicaraan disemua kalangan, baik anak-anak maupun orang dewasa.
saya sendiri pun juga tidak terlepas dari apa yang namanya sosial media, dimana menurut saya sebuah media sosial ini merupakan satu dunia yang berbeda dari kehidupan nyata. Dunia yang luas yang mungkin akan membuat kita dapat mengakses berbagai macam  informasi ataupun sesuatu yang kita inginkan.
Media sosial ini tanpa kita sadari sudah menjadi sesuatu yang sangat penting bagi kita, misalnnya keberadaan  facebook, Twitter, dimana setiap harinya jutaan orang mengakses media sosial ini. Berbicara tentang Facebook dan Twitter, menurut saya media sosial yang satu ini sudah menjadi sebuah ruang lingkup dimana setiap orang dapat mengapresiasikan berbagai macam keluh kesah mereka, ya walaupun hanya sekedar status facebook. Menurut saya sendiri pun media sosial ini dapat membuat kita terkadang merasa lebih baik ketika kita dihadapkan pada sebuah masalah, lari kemedia sosial dan mencurahkan keluh kesah kita, dan tanpa kita sadari terkadang seseorang yang mengomentari apa yang kita tuliskan membuat kita merasa bahwa masih ada teman yang perduli dengan kita.
Yap, Kegunaan media sosial ini pun tidak hanya sebagai tempat curah mencurahkan isi hati, tapi media sosial ini bisa menjadi ruang diskusi publik yang dapat memecahkan suatu masalah ataupun  menimbulkan masalah baru.  Selain menjadi ruang diskusi, media social ini pun dapat menghubungkan kita dengan keluarga, sahabat, teman, yang berada jauh diseberang sana.
Selain Media Facebook dan Twiter, kaskus pun tidak kalah hebatnya. Dengan ruang lingkup yang luas dimana setiap orang dapat bertanya dan menjawab, bahkan melakukan transaksi online disana. Bagi saya sendiri kaskus ini sudah menjadi tempat bertanya ataupun meminta pendapat serta melakukan transaksi online
Media social ini, tanpa kita sadari, sudah mendarah daging bagi para remaja yang ada diseluruh dunia, sehari tak melihat  FB,Twiter, Kaskus Dll bagaikan sayur tanpa garam. Untuk mengaksesnya pun juga tidak terlalu sulit, hanya bermodalkan handphone setiap harinya kita bias terhubung ke dunia maya yang tanpa batas, berselancar menjelajahi dunia lain dan bertemu dengan jutaan orang.


Senin, 05 November 2012

0 Teori Determinisme teknologi

Marshall McLuhan adalah pencetus dari teori determinisme teknologi ini pada tahun 1962 melalui tulisannya The Guttenberg Galaxy : The Making of Typographic Man. Dasar teorinya adalah perubahan pada cara berkomunikasi akan membentuk cara berpikir, berperilaku, dan bergerak ke abad teknologi selanjutnya di dalam kehidupan manusia. Sebagai intinya adalah determinisme teori, yaitu penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi merupakan faktor yang mengubah kebudayaan manusia. Di mana menurut McLuhan, eksistensi manusia ditentukan oleh perubahan mode komunikasi.
Perubahan pada mode komunikasi membentuk suatu budaya dengan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. penemuan dalam teknologi komunikasi
2. perubahan dalam jenis-jenis komunikasi
3. peralatan untuk berkomunikasi
Dengan dilaluinya ketiga tahapan di atas, maka akhirnya peralatan tersebut membentuk atau mempengaruhi kehidupan manusia. Selanjutnya akan terjadi beberapa perubahan besar yang terbagi dalam empat periode/era, yaitu dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini :
Pertama, era kesukuan atau the tribal age. Pada periode ini, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Mengucapkan secara lisan berupa dongeng, cerita, dan sejenisnya.
Kedua, era tulisan atau the age of literacy. Manusia telah menemukan alfabet atau huruf sehingga tidak lagi mengandalkan lisan, melainkan mengandalkan pada tulisan.
Ketiga, era cetak atau the print age. Masih ada kesinambungan dengan alfabet, namun lebih meluas manfaatnya karena telah ditemukan mesin cetak.
Keempat, era elektronik atau the electronic age. Contoh dari teknologi komunikasi yaitu telephon, radio, telegram, film, televisi, komputer, dan internet sehingga manusia seperti hidup dalam global village.

Teknologi komunikasi yang digunakan dalam media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia atau menurut Em Griffin (2003 : 344) disebut nothing remains untouched by communication technology. Dan dalam perspektif McLuhan, bukan isi yang penting dari suatu media, melainkan media itu sendiri yang lebih penting atau medium is the message.
Contoh yang dapat ditemui dalam realita yaitu perkembangan teknologi yang semakin maju membuat segalanya serba ingin cepat dan instan. Teknologi sebagai peralatan yang memudahkan kerja manusia membuat budaya ingin selalu dipermudah dan menghindari kerja keras maupun ketekunan. Teknologi juga membuat seseorang berpikir tentang dirinya sendiri. Jiwa sosialnya melemah sebab merasa bahwa tidak memerlukan bantuan orang lain jika menghendaki sesuatu, cukup dengan teknologi sebagai solusinya. Akibatnya, tak jarang kepada tetangga dekat kurang begitu akrab karena telah memiliki komunitas sendiri, meskipun jarak memisahkan, namun berkat teknologi tak terbatas ruang dan waktu.
Solusi agar budaya yang dibentuk di era elektronik ini tetap positif, maka harus disertai dengan perkembangan mental dan spiritual. Diharapkan informasi yang diperoleh dapat diolah oleh pikiran yang jernih sehingga menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang humanis.
Determinisme teknologi dapat diartikan bahwa setiap kejadian atau tindakan yang dilakukan manusia itu akibat pengaruh dari perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tersebut tidak jarang membuat manusia bertindak di luar kemauan sendiri. Pada awalnya, manusialah yang membuat teknologi, tetapi lambat laun teknologilah yang justru memengaruhi setiap apa yang dilakukan manusia. Zaman dahulu belum ada Hand Phone dan internet. Tanpa ada dua perangkat komunikasi itu keadaan manusia biasa saja. Tetapi sekarang dengan ketergantungan pada dua perangkat itu manusia jadi sangat tergantung.
Pencetus teori determinisme teknologi ini adalah Marshall McLuhan pada tahun 1962 melalui tulisannya The Guttenberg Galaxy : The Making of Typographic Man. Dasar teori ini adalah perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi  membentuk cara berpikir, berperilaku, dan bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi selanjutnya di dalam kehidupan manusia. Contohnya dari masyarakat yang belum mengenal huruf menjadi masyarakat yang canggih dengan perlatan cetak maupun electronik. Inti determinisme teori yaitu penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi merupakan faktor yang mengubah kebudayaan manusia. Di mana menurut McLuhan, budaya kita dibentuk dari bagaimana cara kita berkomunikasi.
Perubahan pada mode komunikasi membentuk suatu budaya dengan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya
2. perubahan didalam jenis-jenis komunikasi membentuk kehidupan manusia
3. peralatan untuk berkomunikasi mempengaruhi kehidupan kita sendiri
Dengan dilaluinya ketiga tahapan di atas, maka akhirnya peralatan tersebut membentuk atau mempengaruhi kehidupan manusia. Selanjutnya akan terjadi beberapa perubahan besar yang terbagi dalam empat periode/era, yaitu dapat dijelaskan dalam bagan di bawah ini :
Pertama, era kesukuan atau the tribal age. Pada periode ini, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Mengucapkan secara lisan berupa dongeng, cerita, dan sejenisnya.
            Kedua, era tulisan atau the age of literacy. Manusia telah menemukan alfabet atau huruf sehingga tidak lagi mengandalkan lisan, melainkan mengandalkan pada tulisan.
            Ketiga, era cetak atau the print age. Masih ada kesinambungan dengan alfabet, namun lebih meluas manfaatnya karena telah ditemukan mesin cetak.
            Keempat, era elektronik atau the electronic age. Contoh dari teknologi komunikasi yaitu telephon, radio, telegram, film, televisi, komputer, dan internet sehingga manusia seperti hidup dalam global village.
            Teknologi komunikasi yang digunakan dalam media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia atau menurut Em Griffin (2003 : 344) disebut nothing remains untouched by communication technology. Dan dalam perspektif McLuhan, bukan isi yang penting dari suatu media, melainkan media itu sendiri yang lebih penting atau medium is the message.
Determinisme teknologi media massa memunculkan dampak. Media massa mampu membentuk seperti apa manusia. Manusia mau diarahkan pada kehidupan yang lebih baik media massa punya peran. Namun demikian, media massa juga punya andil dalam memperburuk keberadaan manusia itu sendiri.
 Contoh yang dapat ditemui dalam realita yaitu
Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat segalanya serba ingin cepat dan instan. Teknologi sebagai peralatan yang memudahkan kerja manusia membuat budaya ingin selalu dipermudah dan menghindari kerja keras maupun ketekunan. Teknologi juga membuat seseorang berpikir tentang dirinya sendiri. Jiwa sosialnya melemah sebab merasa bahwa tidak memerlukan bantuan orang lain jika menghendaki sesuatu, cukup dengan teknologi sebagai solusinya. Akibatnya, tak jarang kepada tetangga dekat kurang begitu akrab karena telah memiliki komunitas sendiri, meskipun jarak memisahkan, namun berkat adanya teknologila.
            Solusi agar budaya yang dibentuk di era elektronik ini tetap positif, maka harus disertai dengan perkembangan mental dan spiritual. Diharapkan informasi yang diperoleh dapat diolah oleh pikiran yang jernih sehingga menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang humanis.
Teori ini pada media massa dan kebudayaan, memiliki dua kelemahan pokok yaitu :
1.                      Teori ini hanya memandang satu aspek tertentu media yaitu bentuk material atau
tekonologi sebagai karakter pokok dan sangat menentukan.
2.                      Pandangan teori ini hanya berdasarkan peristiwa historis dan pengalam yang dialami  
dunia barat.

Marshal McLuhan

Marshall McLuhan, media-guru dari University of Toronto, pernah mengatakan bahwa the medium is the mass-age. Media adalah era massa. Maksudnya adalah bahwa saat ini kita hidup di era yang unik dalam sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa. 

Terutama lagi, pada era media elektronik seperti sekarang ini. Media pada hakikatnya telah benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa tadi.

McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode: a tribal age (era suku atau purba), literate age (era literal/huruf), a print age (era cetak), dan electronic age (era elektronik). Menurutnya, transisi antar periode tadi tidaklah bersifat bersifat gradual atau evolusif, akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi.

The Tribal Age. Menurut McLuhan, pada era purba atau era suku zaman dahulu, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Komunikasi pada era itu hanya mendasarkan diri pada narasi, cerita, dongeng tuturan, dan sejenisnya. Jadi, telinga adalah “raja” ketika itu, “hearing is believing”, dan kemampuan visual manusia belum banyak diandalkan dalam komunikasi. Era primitif ini kemudian tergusur dengan ditemukannya alfabet atau huruf.

The Age of Literacy. Semenjak ditemukannya alfabet atau huruf, maka cara manusia berkomunikasi banyak berubah. Indera penglihatan kemudian menjadi dominan di era ini, mengalahkan indera pendengaran. Manusia berkomunikasi tidak lagi mengandalkan tuturan, tapi lebih kepada tulisan.

The Print Age. Sejak ditemukannya mesin cetak menjadikan alfabet semakin menyebarluas ke penjuru dunia. Kekuatan kata-kata melalui mesin cetak tersebut semakin merajalela. Kehadiran mesin cetak, dan kemudian media cetak, menjadikan manusia lebih bebas lagi untuk berkomunikasi.

The Electronic Age. Era ini juga menandai ditemukannya berbagai macam alat atau teknologi komunikasi. Telegram, telpon, radio, film, televisi, VCR, fax, komputer, dan internet. Manusia kemudian menjadi hidup di dalam apa yang disebut sebagai “global village”. Media massa pada era ini mampu membawa manusia mampu untuk bersentuhan dengan manusia yang lainnya, kapan saja, di mana saja, seketika itu juga.

Inti dari teori McLuhan adalah determinisme teklologi. Maksudnya adalah penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi itulah yang sebenarnya yang mengubah kebudayaan manusia. Jika Karl Marx berasumsi bahwa sejarah ditentukan oleh kekuatan produksi, maka menurut McLuhan eksistensi manusia ditentukan oleh perubahan mode komunikasi.

Kalau mau kita lihat saat ini tidak ada satu segi kehidupan manusia pun yang tidak bersinggungan dengan apa yang namanya media massa. Mulai dari ruang keluarga, dapur, sekolah, kantor, pertemanan, bahkan agama, semuanya berkaitan dengan media massa. 
Hampir-hampir tidak pernah kita bisa membebaskan diri dari media massa dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam bahasa Em Griffin (2003: 344) disebutkan, “Nothing remains untouched by communication technology”.

McLuhan juga menyebutkan bahwa media massa adalah ekstensi atau perpanjangan dari inderawi manusia (extention of man). Media tidak hanya memperpanjang jangkauan kita terhadap suatu tempat, peristiwa, informasi, tapi juga menjadikan hidup kita lebih efisien. Lebih dari itu media juga membantu kita dalam menafsirkan tentang kehidupan kita.

Medium is the message. Dalam perspektif McLuhan, media itu sendiri lebih penting daripada isi pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Misalkan saja, mungkin isi tayangan di televisi memang penting atau menarik, akan tetapi sebenarnya kehadiran televisi di ruang keluarga tersebut menjadi jauh lebih penting lagi. Televisi, dengan kehadirannya saja sudah menjadi penting, bukan lagi tentang isi pesannnya. 
Kehadiran media massa telah lebih banyak mengubah kehidupan manusia, lebih dari apa isi pesan yang mereka sampaikan.

Dilema yang kemudian muncul seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi adalah bahwa manusia semakin didominasi oleh teknologi komunikasi yang diciptakannya sendiri. Teknologi komunikasi bukannya dikontrol oleh manusia namun justru kebalikannya, kita yang dikontrol oleh mereka.

Sebagai contoh, betapa gelisahnya kita kalau sampai terlewat satu episode sinetron kesayangan yang biasanya kita tonton tiap hari. Atau mungkin kalau kita sudah lebih dari seminggu tidak membuka halaman Friendster di internet. Satu hari saja tidak menonton televisi mungkin kita akan merasa betapa kita telah ketinggalan berapa banyak informasi hari itu.

Kehadiran media massa, dan segala kemajuan teknologi komunikasi yang lainnya, seharusnya menjadikan kehidupan manusia lebih baik. Namun ketika yang terjadi justru sebaliknya, kita menjadi didominasi oleh media massa dan teknologi komunikasi yang semakin pesat tersebut, maka ini menjadi sebuah ironi.

Sumber :
http://yearrypanji.wordpress.com/2008/06/03/determinisme-teknologi-marshall-mcluhan/

0 Teori Utopianisme, Sejenis Teori harapankah??


Teori Utopianisme

Utopia, dalam arti luas dan umumnya, menunjuk kesebuah  masyarakat  hipotetis  sempurna. Dia juga digunakan untuk menggambarkan komunitas nyata yang didirikan dalam usaha menciptakan  masyarakat di atas. Kata sifat utopis digunakan untuk merujuk ke sebuah  proposal  yang baik namun (secara fisik, sosial, ekonomi, atau politik) tidak mungkin terjadi, atau paling tidak merupakan sesuatu yang sulit dilaksanakan.Utopia  dapat berupa  idealisme  atau praktis, namun istilah ini telah digunakan sebagai konotasi optimis, idealis, tak mungkin  kesempurnaan. Utopia sering juga dikontraskan dengan distopia yang tidak diiinginkan (anti-utopia) dan juga utopia satirikal.
Utopianisme dan Perkembangan Teknologi Komunikasi
Utopia dapat diartikan sebagai suatu ide mengenai masyarakat idaman, tentram dan damai. Utopianisme merupakan suatu bentuk pemahaman mengenai konsep “masyarakat/peradaban tanpa cela”.  Peradaban tanpa cela ini adalah suatu peradaban masa depan yang dimana segala sesuatu berlangsung secara indah, menyenangkan, dan ideal. Masyarakat/peradaban yang tanpa cela ini juga diartikan sebuah peradaban yang demokratis dan tanpa kelas.
Pendekatan utopianisme dalam memahami perkembangan teknologi adalah bagaimana perkembangan suatu teknologi tetap diimbangi dengan lingkungan alam yang lestari dan kondisi sosial kultur yang tetap baik dan terjaga. Misalkan saja bila Indonesia tidak lagi diliputi polusi limbah pabrik, pepohonan hijau dimana-mana, sungai-sungai tetap memberikan ekosistem air yang baik, habitat hewan dan tumbuhan terjaga baik, meskipun perkembangan teknologi di Indonesia berjalan pesat.
Begitupun juga dengan teknologi komunikasi, pemikiran utopia menginginkan teknologi komunikasi yang sangat berkembang pesat tetap diimbangi dengan sosial dan kultur masyarakat yang positif. Seperti kemunculan teknologi internet yang semakin memudahkan manusia berinteraksi tetap mampu menjaga moral, etika, norma-norma masyarakat. Kemunculan jejaring sosial Facebook, tetap menjaga silahturahmi tak hanya secara maya namun juga secara langsung (face to face). Masih banyak harapan lainnya selain dua contoh diatas, namun pemikir utopia menginginkan berbagai konsekuen negatif perkembangan teknologi komunikasi yang telah pesat di berbagai bidang kehidupan tersebut tidak terjadi. Memang ini sebuah khayalan tingkat tinggi, namun ini bukanlah sebuah hal yang mustahil untuk dilakukan. Sejatinya, teknologi komunikasi terus diciptakan dan dikembangkan adalah tak lain untuk memudahkan perjalanan hidup manusia. Bila manusia meletakkan kemuliaan martabat manusia diatas menggiurnya perkembangan teknologi komunikasi saat ini, maka manusia akan menggunakan teknologi komunikasi untuk kemaslahatan dan menjauhkan dari niat-niat negatif dalam penggunaannya. Yang terjadi saat ini justru manusia rela menjatuhkan kemuliaannya dengan bersikap egois dan tak bijak dalam menggunakan teknologi komunikasi. Demi kepentingan pribadi, manusia rela saling menjatuhkan, merugikan, membinasakan manusia lainnya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.
Bila melihat carut marut dunia yang disebabkan perkembangan teknologi termasuk teknologi komunikasi, pemikiran utopia memang bagi sebagian orang dianggap terkesan sepele, muluk-muluk, terlalu berandai-andai, dan hanya suatu khayalan tingkat tinggi. Namun sebenarnya ini adalah suatu pemikiran yang didambakan oleh orang-orang yang menginginkan kehidupan yang lebih baik. Pemikir utopia yakin suatu saat keseimbangan alam dan sosial kultur manusia dengan teknologi termasuk teknologi komunikasi dapat terwujud suatu hari nanti.

CRITICAL REVIEW TENTANG
IDEALISME/UTOPIANISME
Pemikiran Idealism/Utopianism muncul setelah berakhirnya Perang Dunia I, yaitu akibat dari keinginan para ilmuwan dan politisi untuk memahami sebab-sebab terjadinya perang dan untuk mewujudkan dunia yang lebih damai. Kaum Idealis/Utopianis sendiri sebagian besar adalah intellectual descendants (keturunan secara intelektual) dari optimisme masa Pencerahan abad ke-18 dan Liberalisme abad ke-19. Pada dasarnya, pemikiran Idealism/Utopianism didasarkan padakeyakinan-keyakinan , antara lain:
1. Manusia esensinya adalah ”baik” atau lebih mementingkan kepentingan orang lain dan oleh karenanya mau saling membantu dan bekerjasama. Manusia adalah harmonis, tidak mau berperang atau konflik.
2. Perang dapat dihindari dan frekwensinya dapat dikurangi dengan menghapuskan kondisi anarkhis yang dapat memperkuatnya. Ada tiga poin penting untuk mengeliminasi perang dan agar dunia bisa menjadi damai, yaitu:  apreference for democracy over aristocracy, free trade over autarchy and collective security over the balance of power system.
3. Perilaku manusia yang buruk, termasuk melakukan perang adalah bukan produk dari kejahatan manusia tetapi kejahatan dari institusi atau lembaga dan susunanstruktur yang memotivasi seseorang untuk berbuat egois dan merugikan yang lain. Oleh karena itu, perang bukanlah keinginan manusia tetapi merupakan kesalahan system yang ada. Seperti yang dikatakan oleh Immanuel Kant, perang adalah akibat dari system yang tidak demokratis. Jadi, dunia akan damai jika negara-negara di dunia demokratis (a preference for democracy over aristocracy). Prinsipnya adalah Inside Looking Out, melihat masing-masing negara adalah demokratis.
4. Pada dasarnya manusia memperhatikan kesejahteraan dan kemajuan sesamanya. Free trade, bagaimanapun juga, adalah sarana yang lebih efektif dan damai untuk mewujudkan kesejahteraan nasional daripada autarchy (free trade over autarchy). Sebagian besar perang dilakukan oleh negara adalah untuk mencapai kesuksesan tujuan merkantilis mereka yang berarti autarchy, sedangkan free trade menyatukan negara-negara dan unit-unit individu dimanapun dalam sebuah komunitas. Hambatan yang dibuat dalam perdagangan dapat menyebabkan konflik internasional. Perdagangan akan menciptakan hubungan ketergantungan yang saling menguntungkan dan mengurangi konflik.
5. Perang dan ketidakadilan adalah masalah-masalah internasional yang membutuhkan usaha-usaha kolektif/multilateral daripada usaha-usaha nasional untuk melenyapkannya (collective security over the balance of power system). Terdapat proses penghukuman bersama bagi negara yang melanggar kesepakatan atau keluar dari collective security system. Posisi semua negara dianggap equal, karena asumsinya semua negara adalah baik dan bersifat harmonis. Collectivesecurity system menyediakan sebuah tingkat kepercayaan yang saling menguntungkan.
6. Masyarakat internasional harus mereorganisasi dirinya sendiri secara  nstitusional untuk melenyapkan anarkhi yang lebih senang memandang permasalahan sebagai perang. Bagi Idealis untuk mencapai perdamaian diperlukan alat-alat normatif, yaitu hukum Internasional, organisasi Internasional dan sejarah diplomasi. Perwujudan dari keyakinan ini adalah dibentuknya Liga Bangsa-Bangsa (The League of Nations) yang diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson. Tujuan ini realistis karena sejarah menunjukkan bahwa kerjasama tidak hanya mungkin tetapi merupakan kenyataan empiris yang meyakinkan. Dari keyakinan dan resep-resep yang ditawarkan kelompok Idealis/Utopianis di atas, ada beberapa hal yang perlu dicermati, yaitu:
1. Apakah benar semua manusia itu baik? Menurut orang realis, semua manusia adalah jahat sehingga konflik/perang adalah sesuatu yang inherent. Dan kenyataannya, manusia ada yang baik dan ada juga yang jahat.
2. Mekanisme legal-institusional dari para teoritisi Idealis adalah sangat normative , hanya membahas bagaimana seharusnya negara bertindak tetapi tidak bias menjelaskan mengapa negara melakukan suatu tindakan tertentu.
3. Asumsi penghukuman bersama dalam collective security system dalam kenyataannya sulit untuk dilakukan, karena kedekatan masing-masing Negara berbeda-beda dan sikap suatu negara pasti didasarkan pada national interest-nya.
4. Kaum Idealis terlalu mengaburkan antara national interest dengan prinsip-prinsip moral universal.
5. Munculnya pemikiran Kaum Idealis/Utopianis secara teoritis merupakan sumbangan baru, yaitu pendekatan yang lebih manusiawi, ingin menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, tapi sayangnya mereka mengklaim hanya merekalah yang benar.
6. Upaya-upaya akademis teoritisi Idealis untuk mencegah perang juga tidak berhasil. Perang Dunia sekali lagi terjadi dalam skala yang lebih luas, dengan korban jiwa dan material yang semakin besar.

"Dikutip dari berbagai buku dan tulisan"


 

Widya Praptomo Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates