Senin, 05 November 2012

0 Teori Utopianisme, Sejenis Teori harapankah??


Teori Utopianisme

Utopia, dalam arti luas dan umumnya, menunjuk kesebuah  masyarakat  hipotetis  sempurna. Dia juga digunakan untuk menggambarkan komunitas nyata yang didirikan dalam usaha menciptakan  masyarakat di atas. Kata sifat utopis digunakan untuk merujuk ke sebuah  proposal  yang baik namun (secara fisik, sosial, ekonomi, atau politik) tidak mungkin terjadi, atau paling tidak merupakan sesuatu yang sulit dilaksanakan.Utopia  dapat berupa  idealisme  atau praktis, namun istilah ini telah digunakan sebagai konotasi optimis, idealis, tak mungkin  kesempurnaan. Utopia sering juga dikontraskan dengan distopia yang tidak diiinginkan (anti-utopia) dan juga utopia satirikal.
Utopianisme dan Perkembangan Teknologi Komunikasi
Utopia dapat diartikan sebagai suatu ide mengenai masyarakat idaman, tentram dan damai. Utopianisme merupakan suatu bentuk pemahaman mengenai konsep “masyarakat/peradaban tanpa cela”.  Peradaban tanpa cela ini adalah suatu peradaban masa depan yang dimana segala sesuatu berlangsung secara indah, menyenangkan, dan ideal. Masyarakat/peradaban yang tanpa cela ini juga diartikan sebuah peradaban yang demokratis dan tanpa kelas.
Pendekatan utopianisme dalam memahami perkembangan teknologi adalah bagaimana perkembangan suatu teknologi tetap diimbangi dengan lingkungan alam yang lestari dan kondisi sosial kultur yang tetap baik dan terjaga. Misalkan saja bila Indonesia tidak lagi diliputi polusi limbah pabrik, pepohonan hijau dimana-mana, sungai-sungai tetap memberikan ekosistem air yang baik, habitat hewan dan tumbuhan terjaga baik, meskipun perkembangan teknologi di Indonesia berjalan pesat.
Begitupun juga dengan teknologi komunikasi, pemikiran utopia menginginkan teknologi komunikasi yang sangat berkembang pesat tetap diimbangi dengan sosial dan kultur masyarakat yang positif. Seperti kemunculan teknologi internet yang semakin memudahkan manusia berinteraksi tetap mampu menjaga moral, etika, norma-norma masyarakat. Kemunculan jejaring sosial Facebook, tetap menjaga silahturahmi tak hanya secara maya namun juga secara langsung (face to face). Masih banyak harapan lainnya selain dua contoh diatas, namun pemikir utopia menginginkan berbagai konsekuen negatif perkembangan teknologi komunikasi yang telah pesat di berbagai bidang kehidupan tersebut tidak terjadi. Memang ini sebuah khayalan tingkat tinggi, namun ini bukanlah sebuah hal yang mustahil untuk dilakukan. Sejatinya, teknologi komunikasi terus diciptakan dan dikembangkan adalah tak lain untuk memudahkan perjalanan hidup manusia. Bila manusia meletakkan kemuliaan martabat manusia diatas menggiurnya perkembangan teknologi komunikasi saat ini, maka manusia akan menggunakan teknologi komunikasi untuk kemaslahatan dan menjauhkan dari niat-niat negatif dalam penggunaannya. Yang terjadi saat ini justru manusia rela menjatuhkan kemuliaannya dengan bersikap egois dan tak bijak dalam menggunakan teknologi komunikasi. Demi kepentingan pribadi, manusia rela saling menjatuhkan, merugikan, membinasakan manusia lainnya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.
Bila melihat carut marut dunia yang disebabkan perkembangan teknologi termasuk teknologi komunikasi, pemikiran utopia memang bagi sebagian orang dianggap terkesan sepele, muluk-muluk, terlalu berandai-andai, dan hanya suatu khayalan tingkat tinggi. Namun sebenarnya ini adalah suatu pemikiran yang didambakan oleh orang-orang yang menginginkan kehidupan yang lebih baik. Pemikir utopia yakin suatu saat keseimbangan alam dan sosial kultur manusia dengan teknologi termasuk teknologi komunikasi dapat terwujud suatu hari nanti.

CRITICAL REVIEW TENTANG
IDEALISME/UTOPIANISME
Pemikiran Idealism/Utopianism muncul setelah berakhirnya Perang Dunia I, yaitu akibat dari keinginan para ilmuwan dan politisi untuk memahami sebab-sebab terjadinya perang dan untuk mewujudkan dunia yang lebih damai. Kaum Idealis/Utopianis sendiri sebagian besar adalah intellectual descendants (keturunan secara intelektual) dari optimisme masa Pencerahan abad ke-18 dan Liberalisme abad ke-19. Pada dasarnya, pemikiran Idealism/Utopianism didasarkan padakeyakinan-keyakinan , antara lain:
1. Manusia esensinya adalah ”baik” atau lebih mementingkan kepentingan orang lain dan oleh karenanya mau saling membantu dan bekerjasama. Manusia adalah harmonis, tidak mau berperang atau konflik.
2. Perang dapat dihindari dan frekwensinya dapat dikurangi dengan menghapuskan kondisi anarkhis yang dapat memperkuatnya. Ada tiga poin penting untuk mengeliminasi perang dan agar dunia bisa menjadi damai, yaitu:  apreference for democracy over aristocracy, free trade over autarchy and collective security over the balance of power system.
3. Perilaku manusia yang buruk, termasuk melakukan perang adalah bukan produk dari kejahatan manusia tetapi kejahatan dari institusi atau lembaga dan susunanstruktur yang memotivasi seseorang untuk berbuat egois dan merugikan yang lain. Oleh karena itu, perang bukanlah keinginan manusia tetapi merupakan kesalahan system yang ada. Seperti yang dikatakan oleh Immanuel Kant, perang adalah akibat dari system yang tidak demokratis. Jadi, dunia akan damai jika negara-negara di dunia demokratis (a preference for democracy over aristocracy). Prinsipnya adalah Inside Looking Out, melihat masing-masing negara adalah demokratis.
4. Pada dasarnya manusia memperhatikan kesejahteraan dan kemajuan sesamanya. Free trade, bagaimanapun juga, adalah sarana yang lebih efektif dan damai untuk mewujudkan kesejahteraan nasional daripada autarchy (free trade over autarchy). Sebagian besar perang dilakukan oleh negara adalah untuk mencapai kesuksesan tujuan merkantilis mereka yang berarti autarchy, sedangkan free trade menyatukan negara-negara dan unit-unit individu dimanapun dalam sebuah komunitas. Hambatan yang dibuat dalam perdagangan dapat menyebabkan konflik internasional. Perdagangan akan menciptakan hubungan ketergantungan yang saling menguntungkan dan mengurangi konflik.
5. Perang dan ketidakadilan adalah masalah-masalah internasional yang membutuhkan usaha-usaha kolektif/multilateral daripada usaha-usaha nasional untuk melenyapkannya (collective security over the balance of power system). Terdapat proses penghukuman bersama bagi negara yang melanggar kesepakatan atau keluar dari collective security system. Posisi semua negara dianggap equal, karena asumsinya semua negara adalah baik dan bersifat harmonis. Collectivesecurity system menyediakan sebuah tingkat kepercayaan yang saling menguntungkan.
6. Masyarakat internasional harus mereorganisasi dirinya sendiri secara  nstitusional untuk melenyapkan anarkhi yang lebih senang memandang permasalahan sebagai perang. Bagi Idealis untuk mencapai perdamaian diperlukan alat-alat normatif, yaitu hukum Internasional, organisasi Internasional dan sejarah diplomasi. Perwujudan dari keyakinan ini adalah dibentuknya Liga Bangsa-Bangsa (The League of Nations) yang diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson. Tujuan ini realistis karena sejarah menunjukkan bahwa kerjasama tidak hanya mungkin tetapi merupakan kenyataan empiris yang meyakinkan. Dari keyakinan dan resep-resep yang ditawarkan kelompok Idealis/Utopianis di atas, ada beberapa hal yang perlu dicermati, yaitu:
1. Apakah benar semua manusia itu baik? Menurut orang realis, semua manusia adalah jahat sehingga konflik/perang adalah sesuatu yang inherent. Dan kenyataannya, manusia ada yang baik dan ada juga yang jahat.
2. Mekanisme legal-institusional dari para teoritisi Idealis adalah sangat normative , hanya membahas bagaimana seharusnya negara bertindak tetapi tidak bias menjelaskan mengapa negara melakukan suatu tindakan tertentu.
3. Asumsi penghukuman bersama dalam collective security system dalam kenyataannya sulit untuk dilakukan, karena kedekatan masing-masing Negara berbeda-beda dan sikap suatu negara pasti didasarkan pada national interest-nya.
4. Kaum Idealis terlalu mengaburkan antara national interest dengan prinsip-prinsip moral universal.
5. Munculnya pemikiran Kaum Idealis/Utopianis secara teoritis merupakan sumbangan baru, yaitu pendekatan yang lebih manusiawi, ingin menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, tapi sayangnya mereka mengklaim hanya merekalah yang benar.
6. Upaya-upaya akademis teoritisi Idealis untuk mencegah perang juga tidak berhasil. Perang Dunia sekali lagi terjadi dalam skala yang lebih luas, dengan korban jiwa dan material yang semakin besar.

"Dikutip dari berbagai buku dan tulisan"


0 komentar:

Posting Komentar

 

Widya Praptomo Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates